Kalian pernah dengar nggak omongan cewe entah di sosmed atau
langsung kaya gini ‘’Dasar semua cowo
tuh sama aja, sama-sama brengsek’’ pasti pernah kan? tapi nyatanya kan gak semua cowo brengsek-brengsek
amat, ada juga yang brengsek banget hahaha. Perkataan semacam ini biasanya
keluar dari mulut cewe yang habis disakiti oleh cowonya, padahal penarikan
kesimpulan semacam ini belum tentu benar ya dan tidak menunjukan karakteristik
cowo pada umumnya.
Sadar nggak sih jika sesat pikir semacam ini sering kita
temui dalam kehidupan sehari-hari, entah saat ngobrol dengan teman atau bahkan
di linimasa media sosial kita. Lalu apa sih sebenarnya sesat pikir itu? Sesat
pikir atau logical fallacy bisa didefinisikan sebagai kesalahan dalam berpikir
menggunakan logika. Kesalahan berpikir tersebut kemudian tanpa kita sadari
sesat pikir ini bisa menipu kita, bahkan bisa mempengaruhi kita dalam
berpendapat maupun menyimpulkan sesuatu. Agar tidak terpengaruh dari sesat
pikir yang kita temui sehari-hari diperlukan cara berpikir yang baik dan benar,
sehingga kemudian tidak terjebak dalam logical fallacy. Untidaronline telah
merangkum setidaknya 5 logical fallacy yang sering kita jumpai dalam keseharian kita, antara lain;
Ad hominem
Logical fallacy ini terjadi saat ada dua orang yang sedang
beradu argumen, kemudian salah satu dari mereka alih-alih menyerang argumen
lawan justru menyerang pribadi yang bahkan tidak ada hubungannya dengan
pembahasan mereka
A: ‘’Bagaimanapun juga poligami tidak dibenarkan sebagai
sarana pelarian dari masalah ketidak
harmonisan dalam rumah tangga”
B: ‘’Tau apa sih anak kecil soal rumah tangga, diem aja bisa
nggak’’
Pada percakapan diatas si B bukannya membantah pernyataan
dari A, justru menyerang A dengan
mengatakan bahwa A masih anak kecil dan tidak paham soal hubungan ramah tangga.
Strawman/Orang-orangan sawah
Hahh orang-orangan sawah? Nggak salah denger nih? Nggak
dong. Jika ad hominem menanggapi argumen dengan menyerang pribadi, maka
strawman akan menanggapi argumen dengan mengalihkan arah pembicaraan/memelintir
argumen lawan untuk kemudian mereka serang
A: ‘’Aduh maaf banget bro, nggak bisa ikut nongkrong. Aku
udah ada janji sama pacar soalnya’’
B: “Oh gitu sekarang, sejak
ada pacar nggak mau lagi nongkrong sama kita. Udah lupa ya sekarang sama
anak tongkrongan.”
Disini A beralasan tidak bisa ikut nongkrong karena sudah
ada janji dengan pacarnya. Kemudian argumen A diplintir oleh B, bahwa si A
sudah berubah tidak mau lagi diajak nongkrong lagi semenjak ada pacar, padahal
kan bisa saja A tidak berubah semenjak ada pacar. Kebetulan saja jadwal A
sedang bentrok dengan teman dan pacarnya sehingga harus memilih salah satu. Kira-kira kenapa ya orang bisa julid banget
kaya B? mungkin iri kali yak sama A wkwkwk.
Non Sequitur
Non sequitur bisa terjadi saat seseorang sudah menyampaikan
argumen dengan benar tetapi kesimpulan yang diambil salah. Bisa juga saat
argumen maupun kesimpulan sudah benar tetapi keduanya tidak berkaitan
A: “Hati-hati rokok bisa menyebabkan kanker dan kematian”
B: “Percumah bro, mau merokok atau tidak toh ujungnya kita
semua bakal mati”
kesimpulan yang demikian menyatakan seolah-olah rokok tidak
berbahaya bagi tubuh, padahal nyatanya rokok bisa menjadi pemicu berbgai macam
penyakit bagi tubuh kita.
False Dichotomy
False Dichotomy ialah keadaan dalam suatu argumen dimana
seolah-olah kita hanya diberi dua pilihan dalam berargumen. Contohnya cowok
yang ikut ekskul basket pasti ganteng-ganteng, kemudian orang beranggapan cowok
yang tidak ikut matkul basket kurang ganteng atau semacamnya. Contoh yang lain
ialah saat pilpres 2019 kemarin yang diikuti oleh 2 capres, misalnya kamu
mengkritisi program kerja Jokowi di media sosial, orang kemudian menganggap
bahwa kamu adalah masuk kubu pendukung Prabowo atau kampret
dan sebaliknya. Padahal kan belum tentu juga kita mengkritisi salah satu
capres atau tidak setuju dengan pernyataan-pernyataannya kemudian kita dianggap
pro dengan lawan politiknya.
Hasty Generalization
Wahai kaum hawa khususnya yang udah gonta-ganti pacar disadari
atau tidak kalian pasti pernah menggunakan logical fallacy ini terhadap kaum
adam. Seperti yang telah disinggung pada pembuka artikel diatas, perkataan
semacam “dasar semua cowo tuh sama aja” merupakan salah satu contoh Hasty
Generalization. Sebenarnya gapapa sih cowo dikatain begitu, karena sebagian
dari mereka mungkin akan merasa disamakan dengan Ardhito Pramono atau bahkan
Cristiano Ronaldo ahahaha. Apa sih sebenarnya Hasty Generalization itu? singkatnya
Hasty Generalization ialah berargumen dengan data atau fakta yang tidak memadai
jumlahnya lalu dipakai untuk menggeneralisasi sesuatu. Contoh: PTN A merupakan
PTN terbaik di Indonesia karena jumlah
peminatnya terbanyak diantara PTN lain, bahkan peminatnya merupakan yang
terbanyak selama 5 tahun berturut-turut. Pernyataan tersebut merupakan logical
fallacy. Untuk menjadi PTN terbaik diperlukan berbagai macam parameter,
sedangkan pada pernyataan tersebut penarikan kesimpulan terlalu cepat yaitu
dengan hanya menggunakan satu parameter yaitu jumlah peminat atau bahkan
parameter tersebut sama sekali tidak bisa digunakan untuk mengukur baik
buruknya suatu PTN.
Sebenarnya masih banyak sekali jenis logical fallacy yang tak
sadar sering kita jumpai. Terakhir saya ingin kembali mengingatkan efek dari
logical fallacy. Jika kita tidak bisa mengidentifikasi logical fallacy, kita
bisa saja terpengaruh oleh orang-orang yang ingin mengecoh atau mengelabuhi
kita entah itu penipu atau bahkan politisi.
Efek dari logical fallacy bisa sangat berbahaya lohh,
misalnya saat logical fallacy dipakai untuk mempengaruhi orang banyak. Hal
tersebut dapat kita jumpai dalam kampanye pemilu, para politisi menyampaikan
argumen yang sesat pikir saat kampanye untuk meraup suara sebanyak-banyaknya.
Pernyataan-pernyataan yang keluar dari mulut mereka saat kampanye bisa membuat
sekelompok masa rela berjuang mati-matian demi kemenangan dirinya dalam pemilu.
Belum lagi di media sosial, agaknya cukup sering kita jumpai
keributan-keributan yang dipicu pernyataan para politisi di akun pribadinya.
Jika suatu argumen disampaikan sudah salah secara logika, bukan tidak mungkin bisa menimbulkan dampak buruk kedepannya. Masih mending jika kita hanya terjebak logical fallacy sebatas saat ngobrol bersama teman. Bayangkan jika logical fallacy terjadi dalam proses perumusan kebijakan- kebijakan pemerintah. Pastinya tak menutup kemungkinan akan lahir berbagai kebijakan yang bertentangan dengan logika masyarakat pada umumnya. Kalau sudah begini sudah pasti rakyat yang dirugikan. Maka dari itu jangan sampai terjebak logical fallacy lagi ya, sampai jumpa!
Oleh: Lukman Aziz
Source Gambar: pexels.com/@moose
Tidak ada komentar: